Kamis, 23 Desember 2010

Sejarah Reog Ponorogo

Pada dasarnya ada lima versi
cerita populer yang berkembang
di masyarakat tentang asal-usul
Reog dan Warok, namun
salah satu cerita yang paling
terkenal adalah cerita tentang
pemberontakan Ki Ageng Kutu,
seorang abdi kerajaan pada
masa Bhre Kertabhumi, Raja
Majapahit terakhir yang berkuasa
pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu
murka akan pengaruh kuat dari
pihak rekan Cina rajanya dalam
pemerintahan dan prilaku raja
yang korup, ia pun melihat
bahwa kekuasaan Kerajaan
Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan
sang raja dan mendirikan perguruan dimana ia
mengajar anak-anak muda seni bela diri, ilmu
kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan
harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi
bibit dari kebangkitan lagi kerajaan Majapahit
kelak. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk
melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki
Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni
Reog, yang merupakan "sindiran" kepada Raja
Bra Kertabumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog
menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun
perlawanan masyarakat lokal menggunakan
kepopuleran Reog.
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng
berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai
"Singa Barong", raja hutan, yang menjadi simbol
untuk Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan
bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas
raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para
rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala
gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh
kelompok penari gemblak yang menunggangi
kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan
Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan
kontras dengan kekuatan warok, yang berada
dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol
untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang
berat topeng singabarong yang mencapai lebih
dari 50kg hanya dengan menggunakan giginya
. Populernya Reog Ki Ageng Kutu akhirnya
menyebabkan Kertabumi mengambil tindakan
dan menyerang perguruannya, pemberontakan
oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan
dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan
warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap
melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun
begitu, kesenian Reognya sendiri masih
diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah
menjadi pertunjukan populer diantara
masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur
baru dimana ditambahkan karakter-karakter dari
cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewondono,
Dewi Songgolangit, and Sri Genthayu.
Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah
cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat
melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun
ditengah perjalanan ia dicegat oleh Raja
Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja
Singabarong terdiri dari merak dan singa,
sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja
Kelono dan Wakilnya Bujanganom, dikawal oleh
warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam
tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam
mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian
perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan
Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara
keduanya, para penari dalam keadaan 'kerasukan'
saat mementaskan tariannya .
Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya
mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur
mereka sebagai pewarisan budaya yang sangat
kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog
merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk
adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun
temurun dan terjaga. Upacaranya pun
menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah
bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa
adanya garis keturunan yang jelas. mereka
menganut garis keturunan Parental dan hukum
adat yang masih berlaku.

Tidak ada komentar: